Mengenai Saya

Foto saya
malang, malang,jawa timur, Indonesia
anak Tuhan Yesus.. cinta Tuhan Yesus... i like editing photo,manga, and animation

Arsip Blog

Love




Pertanyaan:Jodoh Yang Sesuai Kehendak Tuhan

Seringkali kita mendengarkan kata-kata, “Memang dia adalah jodoh yang dari Tuhan untukmu,” atau ada orang yang berdoa kepada Tuhan seperti ini, “Tuhan, kirimkanlah tulang rusukku.” 
Hal di atas nampaknya sepele dan sah-sah saja karena kita sering mendengarkan pengajaran dari tetangga kita atau dari sinetron bahwa rejeki, jodoh dan maut ada di tangan Tuhan? Jika betul demikian, maka sebenarnya kita tidak dapat memilih atau menentukan sendiri pasangan hidup kita. Atau sebaliknya, jika kita tidak cocok dengan pasangan hidup kita, maka dapat kita kembalikan kepada Tuhan untuk digantikan dengan orang lain yang lebih cocok.
Bagaimana sebenarnya pandangan soal jodoh ini menurut Alkitab? Apakah memang semuanya sudah ditentukan oleh Tuhan?

Pasangan Kita Bukan Jodoh Dari Tuhan

Pasangan kita bukan jodoh yang telah ditetapkan dari Tuhan. Tuhan tidak menetapkan secara rinci bahwa seseorang itu adalah pasangan hidup kita. Mungkin hal ini terdengar sedikit aneh dan mengejutkan Anda, tapi mari kita lihat alasan untuk pandangan seperti ini di dalam Alkitab.

Tuhan tidak menentukkan seseorang itu untuk melajang atau menikah

Yesus menjelaskan bahwa seseorang yang tetap lajang bisa disebabkan oleh: (1) Karena memang dari lahirnya ia tidak dapat menikah; artinya ada kelainan di dalam fisiknya; (2) Karena dipaksa oleh orang lain; dan (3) Karena kemauannya sendiri. ”Ada orang yang tidak dapat kawin karena ia memang lahir demikian dari rahim ibunya, dan ada orang yang dijadikan demikian oleh orang lain, dan ada orang yang membuat dirinya demikian karena kemauannya sendiri oleh karena Kerajaan Sorga. Siapa yang dapat mengerti hendaklah ia mengerti.” (Matius 19:12)

Isteri bukanlah tulang rusuk dari suaminya

Ada banyak orang Kristen yang memahami bahwa isterinya adalah tulang rusuknya sehingga ia berkata, ”Memang engkau adalah tulang rusukku.” Artinya, mereka memahami bahwa di dunia ini hanya ada satu wanita saja yang sebenarnya adalah pasangan hidup dari Tuhan. Jika hal ini memang benar, maka masalahnya akan muncul jika seorang janda yang atas kematian suaminya mau menikah lagi, lalu apakah itu berarti ia dapat menggeser rusuk wanita lain yang seharusnya menjadi pasangan calon suaminya yang kedua? Atau, apakah ia memang tulang rusuk dari dua orang pria? Padahal Paulus menjelaskan di dalam I Kor. 7:39 bahwa seorang isteri boleh menikah lagi jika suminya sudah meninggal. ”Isteri terikat selama suaminya hidup. Kalau suaminya telah meninggal, ia bebas untuk kawin dengan siapa saja yang dikehendakinya, asal orang itu adalah seorang yang percaya.”
Suatu kali orang Saduki bertanya kepada Yesus dalam Mat 22:24-28, ”Guru, Musa mengatakan, bahwa jika seorang mati dengan tiada meninggalkan anak, saudaranya harus kawin dengan isterinya itu dan membangkitkan keturunan bagi saudaranya itu. Tetapi di antara kami ada tujuh orang bersaudara. Yang pertama kawin, tetapi kemudian mati. Dan karena ia tidak mempunyai keturunan, ia meninggalkan isterinya itu bagi saudaranya. Demikian juga yang kedua dan yang ketiga sampai dengan yang ketujuh. Dan akhirnya, sesudah mereka semua, perempuan itupun mati. Siapakah di antara ketujuh orang itu yang menjadi suami perempuan itu pada hari kebangkitan? Sebab mereka semua telah beristerikan dia.” Dari kisah ini terlihat bahwa Tuhan tidak menetapkan satu rusuk atau satu wanita untuk satu pria tertentu, disini bahkan terdapat tujuh pria yang menikahi wanita yang sama.

Pasangan kita adalah pilihan kita sendiri!

Rasul Paulus mengatakan bahwa kawin atau tidak kawin itu adalah masalah kebebasan kita sendiri. Kata-kata ”jika ... ia benar-benar merasa, bahwa mereka harus kawin, baiklah mereka kawin, kalau ia menghendakinya” ini menunjukkan bahwa menikah dengan seseorang itu adalah piliha kita sendiri!. ” Semuanya ini kukatakan untuk kepentingan kamu sendiri, bukan untuk menghalang-halangi kamu dalam kebebasan kamu, tetapi sebaliknya supaya kamu melakukan apa yang benar dan baik, dan melayani Tuhan tanpa gangguan. Tetapi jikalau seorang menyangka, bahwa ia tidak berlaku wajar terhadap gadisnya, jika gadisnya itu telah bertambah tua dan ia benar-benar merasa, bahwa mereka harus kawin, baiklah mereka kawin, kalau ia menghendakinya. Hal itu bukan dosa.” (I Kor. 7:35-36).

Pentingnya kita meluruskan konsep tentang jodoh atau pasangan hidup kita adalah bukan jodoh yang telah ditentukan oleh Tuhan, melainkan adalah pilihan kita sendiri, karena :

1. Kita harus bertanggung jawab terhadap pilihan kita sendiri
Jangan sampai terjadi Anda mengatakan, ”Tuhan, pasangan pilihanMu yang Engkau berikan kepadaku ini tidak cocok denganku, Engkau salah memilihkan jodoh buatku. Aku minta cerai Tuhan, dan berikan pasangan yang baru.” Ingatlah, bahwa hanya Hawa yang diberikan Tuhan secara khusus kepada Adam karena memang pada waktu itu baru ada satu pria dan satu wanita. Sekarang ini, Anda sendirilah yang telah memilih pasangan Anda karena itu bertanggung jawablah. Kita bertanggung jawab karena pasangan kita dengan setia kepadanya, mengasihinya, menerima apa adanya, karena kita sendirilah yang telah memilihnya. Ingat-ingat bukankah dulu Anda begitu ngotot mau menikah dengannya, setelah terjadi perselisihan kecil jangan langsung melemparkan kesalahan kepada Tuhan. Anda harus bertanggung jawab untuk menyelesaikan persoalan Anda dengan sebaik-baiknya.
Bagaimanapun keadaan pasangan kita, bawel, keras, kasar, dia adalah pasangan yang telah kita pilih sendiri, masing-masing harus belajar menyesuaikan diri. Tidak boleh seenaknya saja kita ceraikan! Itulah sebabnya sangat penting masa pacaran untuk membuka kedua mata lebar-lebar, kalau perlu tambahkan kedua mata ayah dan ibu kita untuk menilai pasangan kita supaya benar-benar mendapatkan yang cocok.



2. Kita jangan sembarangan mengatakan bahwa ini adalah takdir dari Tuhan
Seringkali mulut kita terlalu cepat ketika melihat pasangan yang sangat serasi, ”Memang mereka adalah pasangan yang betul-betul dari Tuhan.” Ini kalau pasangan serasi, bagaiamana kalau pasangan tidak serasi, selalu ribut, saling pukul setiap hari, masih beranikah mengatakan,”Memang mereka pasangan dari Tuhan.”
Kita perlu berhati-hati dalam berkata-kata, ”Ini jodoh dari Tuhan,” agar tidak kebablasan, seperti yang dilakukan seorang artis yang merebut suami artis lain, ketika ditanya oleh wartawan dengan entengnya dia berkata, ”Ini memang takdir dari Tuhan.” Ingat Tuhan tidak pernah menakdirkan orang untuk bercerai! Tuhan membenci perceraian! Baik perceraiannya sendiri maupun perceraian yang terjadi di pihak orang lain karena suami orang direbutnya. ” Dan kamu bertanya: "Oleh karena apa?" Oleh sebab TUHAN telah menjadi saksi antara engkau dan isteri masa mudamu yang kepadanya engkau telah tidak setia, padahal dialah teman sekutumu dan isteri seperjanjianmu. Bukankah Allah yang Esa menjadikan mereka daging dan roh? Dan apakah yang dikehendaki kesatuan itu? Keturunan ilahi! Jadi jagalah dirimu! Dan janganlah orang tidak setia terhadap isteri dari masa mudanya. Sebab Aku membenci perceraian, firman TUHAN, Allah Israel--juga orang yang menutupi pakaiannya dengan kekerasan, firman TUHAN semesta alam. Maka jagalah dirimu dan janganlah berkhianat! ”(Maleakhi 2:14-16).

JODOH YANG SESUAI DENGAN KEHENDAK TUHAN

Dua hal yang menjadi kehendak Allah pada waktu ia menciptakan manusia, yaiut (1) beranak cuculah, penuhilah bumi (Kej. 1:28; 9:1, 7). Ini adalah panggilan pro-kreasi; (2) mengusahakan dan memelihara taman Eden (Kej. 2:15) atau bekerjalah (Kej. 3:19). Ini adalah panggilan budaya. Bekerja adalah suatu panggilan yang normal dan baik, demikian juga panggilan untuk menikah. Tetapi, untuk berprofesi sebagai apa, entahkah sebagai peternak (Habel) atau sebagai petani (Kain) adalah pilihan kita sendiri. ” Selanjutnya dilahirkannyalah Habel, adik Kain; dan Habel menjadi gembala kambing domba, Kain menjadi petani ” (Kej. 4:2). Demikian juga dengan pernikahan, Tuhan ingin seorang menikah, tetapi menikah dengan siapa adalah pilihan kita sendiri. Mendapatkan seorang isteri, adalah sesuatu yang baik dan berkenan kepada Tuhan. ” Siapa mendapat isteri, mendapat sesuatu yang baik, dan ia dikenan TUHAN.” (Ams.18:22). Dan, sebagaimana kita mendapatkan pekerjaan, atau posisi yang baik kita katakan itu adalah anugerah dari Tuhan; kita memiliki kekayaan adalah anugerah dari Tuhan sekalipun kekayaan itu kita cari sendiri dengan tangan kita; kita juga memiliki kesehatan kita katakan itu anugerah dari Tuhan; maka demikian juga jika kita mendapatkan isteri yang baik maka itu juga adalah karunia Tuhan. Amsal 19:14 mengatakan, ” Rumah dan harta adalah warisan nenek moyang, tetapi isteri yang berakal budi adalah karunia TUHAN.” Karunia Tuhan di dalam ayat ini juga berkaitan dengan kebiasaan jaman dahulu dimana seorang ayah mencarikan isteri untuk anaknya sesuai dengan ketentuan Tuhan, sehingga anaknya tidak mendapatkan isteri yang bawel dan seuka bertengkar, seperti yang dikatakan dalam ayat sebelumnya (Amsal 19:13).

Prinsip-prinsip Jodoh Yang Sesuai Dengan Kehendak Tuhan

Sebagaimana di dalam bekerja, Tuhan hanya memberikan prinsip-prinsip dasarnya saja, misalnya pekerjaan yang dilakukan haruslah pekerjaan yang baik. (Ef. 4:28; Kol. 1:10; Tit. 3:14); dilakukan dengan segenap hati seperti untuk Tuhan (Kol. 3:23); taat pada peraturan pemerintah (Mat. 22:21; Rom. 13:6-7; Tit. 3:1); Tetapi jenis apa pekerjaan itu adlaah pilihan kita masing-masing yang dapat disesuaikan dengan bakat, kesukaan, pendidikan, ketrampilan, kesenangan atau hobi kita.
Demikian juga halnya dengan pasangan hidup, Tuhan hanya memberikan prinsip-prinsip dasarnya saja, tetapi siapa orangnya adalah pilihan kita sendiri. Selebihnya dari prinsip-prinsip dasar ini, lebih mengacu kepada soal selera, dan Tuhan memberikan kebebasan kepada kita untuk menentukan pilihan yang sesuai dengan keinginan hati kita; apakah kita senang dengan pasangan yang tinggi atau pendek, hitam atau putih, suku apa, orang yang pendiam atau yang ”ngocol”, dll.
Prinsip-prinsip dasar yang Tuhan berikan sangat berguna bagi kita untuk mendapatkan pasangan yang bersamanya kita dapat hidup berbahagia seumur hidup kita. Apa saja prinsip-prinsip dasar itu?

1. Pasangan yang berlainan jenis
Allah menciptakan Hawa yang berjenis kelamin perempuan untuk menjadi pasangan Adam yang berjenis kelamin laki-laki. Itulah sebabnya dikatakan, ” Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging.” (Kej. 2:24; Mat. 19:5; Mrk. 10:7; Ef. 5:31)
Ini jelas mengajarkan kepada kita bahwa pasangan yang dikehendaki oleh Tuhan adalah pasangan yang berlainan jenis, bukan pasangan yang sejenis, misalnya pria dengan pria atau wanita dengan wanita. Pasangan yang sejenis justru dikeecam oleh Allah. ”Demikian juga suami-suami meninggalkan persetubuhan yang wajar dengan isteri mereka dan menyala-nyala dalam berahi mereka seorang terhadap yang lain, sehingga mereka melakukan kemesuman, laki-laki dengan laki-laki, dan karena itu mereka menerima dalam diri mereka balasan yang setimpal untuk kesesatan mereka.” (Rom. 1:27)

2. Satu pria dan satu wanita
Pernikahan yang dikehendaki oleh Tuhan adalah pernikahan yang monogami, antara seorang pria dan seorang wanita. Pernikahan yang monogami ini, tidak hanya berlaku bagi para penilik jemaat dan diaken saja (I Tim. 3:2; Tit. 1:6) tetapi berlaku juga bagi semua orang percaya. Ketika firman Tuhan mengatakan” ..... sehingga keduanya menjadi satu daging ... ” ini harus dimaknai sebagai ”hanya dua orang saja dan tidak ada orang ketiga”, bukan ”dua menjadi satu” di sini dan ditempat lain ada lagi ”dua menjadi satu” yang lain. Firman Tuhan dalam Roma 7:2-3 cukup jelas menerangkan pada kita prinsip satu pria terikat pada satu isteri, kecuali salah seorang di antara mereka telah meninggal. ” Sebab seorang isteri terikat oleh hukum kepada suaminya selama suaminya itu hidup. Akan tetapi apabila suaminya itu mati, bebaslah ia dari hukum yang mengikatnya kepada suaminya itu. Jadi selama suaminya hidup ia dianggap berzinah, kalau ia menjadi isteri laki-laki lain; tetapi jika suaminya telah mati, ia bebas dari hukum, sehingga ia bukanlah berzinah, kalau ia menjadi isteri laki-laki lain. ” Baca juga I Kor. 7:27; 9:5


3. Pasangan yang seiman
Jika Anda ingin hidup bahagia, carilah pasangan yang seiman, bukan hanya segereja, atau seagama, tetapi seiman, karena ada juga orang-orang Kristen yang tidak beriman. ”Janganlah kamu merupakan pasangan yang tidak seimbang dengan orang-orang yang tak percaya. Sebab persamaan apakah terdapat antara kebenaran dan kedurhakaan? Atau bagaimanakah terang dapat bersatu dengan gelap?” (II Kor. 6:14). ” Isteri terikat selama suaminya hidup. Kalau suaminya telah meninggal, ia bebas untuk kawin dengan siapa saja yang dikehendakinya, asal orang itu adalah seorang yang percaya. ” (I kor. 7:39).

4. Pasangan yang sepadan 
Ketika Tuhan menciptakan Hawa, Ia menciptakan pasangan yang sepadan bagi Adam. ”TUHAN Allah berfirman: "Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia."” (Kejadian 2:18). Memang sepadan disini juga bisa diartikan sepadan dalam arti sama-sama manusia, bukan binatang. ” Manusia itu memberi nama kepada segala ternak, kepada burung-burung di udara dan kepada segala binatang hutan, tetapi baginya sendiri ia tidak menjumpai penolong yang sepadan dengan dia.” (Kej. 2:20)
Tetapi kata sepadan ini dapat diartikan juga ”seimbang”, artinya pasangan suami isteri itu akan lebih mudah berkomunikasi dan berinteraksi jika keduanya seimbang. Seimbang ini dalam hal latar belakang sosial-ekonomi, pendidikan, karakter, kecerdasan, tingkat humor, usia, dll. Sekalipun ini tidak mutlak, namun ini akan menjadi faktor penunjang yang sangat berarti.

5. Saling mengasihi
Hal ini juga sangat penting adalah saling mengasihi di antara kedua pasangan, sama seperti Iskhak mengasihi Ribka (Kej. 24:67) atau Yakub mengasihi Rahel (Kej. 29:18). Kasih yang diperlukan bukan sembarang kasih tetapi Kristus yang mau menerima pasangannya sebagaimana adanya, mau mengampuni, rela melayani, rela berkorban, dan memberikan rasa aman. ” Hai suami, kasihilah isterimu sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat dan telah menyerahkan diri-Nya baginya” (Ef. 5:25). Setiap pasangan harus belajar untuk saling merendahkan dirinya satu terhadap yang lain (Ef. 5:21) karena tidak ada yang sempurna di dunia ini. Gunakanlah kata-kata yang sopan dan lembut dan jangan saling menyalahkan.

Akhirnya, selamat menemukan pasangan hidup seperti yang dikehendaki oleh Tuhan! Bagaimana saya akan mengetahui ketika saya telah menemukan pasangan yang sempurna untuk saya?

Jawaban: 
Alkitab tidak menunjukkan bagaimana menemukan “pasangan yang sempurna,” juga tidak sedetil yang kita harapkan tentang hal menemukan pasangan pernikahan yang tepat. Satu hal yang Firman Allah secara tegas memberitahu kita adalah untuk memastikan bahwa kita tidak menikah dengan orang yang tidak percaya (2 Korintus 6:14-15). 1 Korintus 7:39 mengingatkan kita bahwa, sementara kita bebas menikah, kita harus menikah hanya dengan orang yang bisa diterima oleh Allah—dengan kata lain, orang Kristen. Selebihnya, Alkitab tidak mengatakan apa-apa tentang bagaimana mengetahui bahwa kita menikah dengan orang yang “tepat”.

Jadi mengapa Allah tidak menerangkan dengan jelas apa yang kita harus cari pada pasangan kita? Mengapa kita tidak mendapat penjelasan yang lebih detil tentang masalah yang begitu penting ini? Kenyataannya adalah bahwa Alkitab sangat jelas mengenai siapa itu orang Kristen dan tentang bagaimana kita harus bersikap, sehingga detil tidak diperlukan. Orang Kristen harus sepaham dalam hal-hal yang penting, dan kalau dua orang Kristen mempunyai komitmen untuk pernikahan mereka dan untuk menaati Kristus, mereka telah memiliki bahan-bahan yang perlu untuk berhasil. Namun demikian, karena masyarakat kita dibanjiri dengan banyak orang yang mengaku Kristen, maka adalah bijaksana untuk memikirkan dengan baik sebelum mengabdikan diri kepada komitmen pernikahan seumur hidup. Begitu prioritas calon pasangan sudah ada—apakah dia sungguh-sungguh memiliki komitmen untuk keserupaan Kristus—maka hal-hal yang detil mudah dikenali dan mudah untuk dihadapi. 

Pertama-tama, kita harus memastikan bahwa kita siap untuk menikah. Kita harus cukup dewasa untuk bisa melihat melampaui saat sekarang ini dan mampu untuk mengabdikan diri kita untuk bersatu dengan satu orang ini untuk sisa hidup kita. Kita juga harus mengenali bahwa pernikahan menuntut pengorbanan dan sikap tidak egois. Sebelum menikah, pasangan harus mempelajari peranan dan kewajiban dari seorang suami dan istri (Efesus 5:22-31; 1 Korintus 7:1-16; Kolose 3:18-19; Titus 2:1-5; 1 Petrus 3:1-7).

Pasangan harus memastikan mereka mengenal satu sama lain untuk jangka waktu yang cukup sebelum mendiskusikan pernikahan. Mereka harus memperhatikan bagaimana orang lain itu bereaksi dalam situasi yang berbeda-beda, bagaimana dia bersikap di sekitar keluarganya dan teman-temannya, dan dengan orang macam apakah dia melewatkan waktunya. Kelakuan seseorang sangat dipengaruhi oleh pergaulannya (1 Korintus 15:33). Mereka harus sepakat untuk hal-hal seperti moralitas, keuangan, nilai-nilai, anak-anak, kehadiran dan keterlibatan di gereja, hubungan dengan besan, dan pekerjaan. Semua ini adalah wilayah-wilayah yang berpotensi untuk menyebabkan konflik dalam pernikahan dan harus dipertimbangkan dengan hati-hati terlebih dahulu.

Akhirnya, pasangan manapun yang mempertimbangkan untuk menikah harus terlebih dahulu mengikuti konseling pranikah dengan pendeta mereka atau konselor Kristen yang terlatih. Di sini mereka akan mempelajari alat-alat yang bernilai untuk membangun pernikahan mereka pada dasar iman di dalam Kristus, dan mereka juga akan belajar bagaimana menghadapi konflik-konflik yang tidak terhindarkan. Setelah semua kriteria ini dipenuhi, pasangan siap untuk memutuskan apakah mereka ingin menikah. Jika mereka sungguh-sungguh mencari kehendak Allah, Dia akan mengarahkan jalan kita (Amsal 3:5-6).

Pertanyaan: Apakah ada yang disebut jodoh? Apakah Tuhan memiliki orang tertentu untuk kita nikahi?


Jawaban: Alkitab tidak mengindikasikan apakah ada teman hidup tertentu yang telah dipilih untuk setiap orang. Adalah tidak mungkin bagi kita untuk memahami jalan Tuhan. Kita tahu bahwa Dia mengenal kita bahkan sebelum kita diciptakan. "Sebelum Aku membentuk engkau dalam rahim ibumu, Aku telah mengenal engkau, dan sebelum engkau keluar dari kandungan, Aku telah menguduskan engkau, Aku telah menetapkan engkau menjadi nabi bagi bangsa-bangsa" (Yeremia 1:5). Dia mengetahui pilihan apa yang akan kita buat, dan tahu apakah kita akan berpaling kepadaNya atau tidak (Roma 8:29-30). Dia tahu jumlah rambut di kepala kita (Matius 10:30). Jika kita memberi diri kita kepada Tuhan dan mencari pimpinanNya, Dia berjanji akan mengarahkan jalan kita. “Percayalah kepada TUHAN dengan segenap hatimu, dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri. Akuilah Dia dalam segala lakumu, maka Ia akan meluruskan jalanmu” (Amsal 3:5-6).

Orang sering kali membuat pilihan yang bertentangan dengan kehendak Tuhan – baik orang Kristen maupun non-Kristen sama saja dalam hal ini. Karena itu jikalau Tuhan hanya merencanakan satu orang untuk menjadi teman hidup kita, dan kita kehilangan itu, maka rencana hidup kita akan berantakan. Namun Alkitab mengatakan bahwa rencana Allah yang paling “bodoh” sekalipun adalah lebih bijak dari rencana paling bijak yang dapat manusia rencanakan (1 Korintus 1:25), yang berarti rencana Tuhan tidak dapat digagalkan. Ketika kita memutuskan untuk mengikuti Tuhan, saya percaya Tuhan akan menempatkan orang yang tepat di jalan kita dan situasi yang tepat yang akan membentuk kita menjadi seperti yang Dia inginkan. Bahkan jika orang Kristen menikahi non-Kristenpun, kuasa Tuhan dapat melakukan mujizat dan mengubah hidup orang itu. Kita sebagai manusia dapat menjerumuskan diri ke dalam situasi yang paling runyam, namun Tuhan dalam hikmat dan anugrahNya yang tak terbatas dapat mengangkat kita keluar jika kita mencari Dia.

Walaupun pada zaman sekarang hampir semua orang menikah, bukanlah kehendak Tuhan bagi setiap orang untuk menikah. Paulus mengatakan, “Namun demikian alangkah baiknya, kalau semua orang seperti aku; tetapi setiap orang menerima dari Allah karunianya yang khas, yang seorang karunia ini, yang lain karunia itu” (1 Korintus 7:7). Ini bukan soal pilihan yang satu lebih baik dari yang lainnya. Jelas bahwa bukanlah kehendak Tuhan untuk setiap orang tetap melajang karena itu berarti populasi di bumi ini akan habis. Dan Tuhan juga tidak mau setiap orang menikah karena ada orang-orang yang lebih baik tetap melajang. Kita semua melayani Tuhan dengan cara-cara yang berbeda. Dengan cara apapun, Tuhan mau menjadi pusat dari kehidupan kita. Jikalau kita mencari petunjukNya, Dia akan memimpin kita pada jalan yang Dia mau kita jalani dan memberkati hidup kita untuk melakukan pekerjaanNya.


Tips hubungan jarak jauh yang sehat (Filipi 4:4-9):


 1 ~ Menjaga hati baik (Ay 5-6)
 2 ~ Menjaga pikirian baik (Ay 8)
 3 ~ Menjaga perbuatan baik (Ay 9)
 4 ~ Berdoalah bg pasanganmu (Ay 6b)
 5 ~ Bersukacitalah senantiasa (Ay 4)"



Tidak ada komentar:

Posting Komentar